Oleh: Muharril Al Aqshar ---
MARAKNYA penipuan bisnis bodong yang menimpa masyarakat kita membuat penulis terpaksa mengelus dada. Betapa tidak, seolah tidak percaya akan tetapi benar adanya penipuan bisnis instan dengan menjanjikan keuntungan besar sering kali terjadi. Ironisnya walaupun maraknya investasi bodong yang diungkap oleh pihak berwajib namum korban penipuan berkedok investasi terus bertambah dengan beragam kasus. Inilah potret trend bisnis masyarakat kita yang sering kali tertipu dan tergiur dengan iming-iming untung besar, tanpa memikirkan sepak terjang bisnis tersebut.
Trend bisnis tersebut tumbuh dan melekat dalam pola pikir ureung Aceh dikarenaka para pelaku masih menganut prinsip ekonomi konvensional yaitu dengan menggunakan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung yang sebesar-besarnya. Menurut hemat penulis, tabiat tersebut harus kita rubah, karena mayarakat aceh mayoritas beragama islam dimana didalam agama kita telah diatur tata cara melakukan jual-beli seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Keuntungan yang kita peroleh tentu saja harus wajar sesuai dengan proses dan ditambah biaya modal yang kita keluarkan. Bila hal tersebut kita amalkan Insya Allah penipuan berkedok investasi tidak mungkin terjadi.
Bisnis ikut-ikutan
Apapun jenis investasi yang kita jalankan, keutungannya sangat tergantung dari resiko dan modal yang kita keluarkan. Jika risiko besar dan modal besar otomatis keuntungan besar dan jika risiko bisnis kecil dan modal yang kita keluarkan kecil pastinya keuntungan juga kecil. Tidak mungkin risiko dan modal kecil keuntungan besar. Seperti apa yang disampaikan oleh indatu kita dalam sebuah pepatah Aceh; kuah beuleumak ue bek beukah atau uleu beumate ranteng bek patah. Barang kali pepatah tersebut bisa menjadi acuan kita dalam menjalankan bisnis.
Coba perhatikan gaya bisnis ureung Aceh dari tahun ke tahun, ada saja yang unik. Betapa tidak, bisnis yang dijalankan oleh kebanyakan masyarakat kita tidak ada inovasi, mayoritas bisnis yang dijalankan hanya ikut-ikutan. Sangat tepat bila ada yang bilang; wate meuhai pieneung pula piuneung dan wate meuhai camplie koh bak pineung pula camplie.
Contohnya pada 2004 sebelum tsunami, masyarakat Aceh tengah trend berbisnis burger dan roti bakar di samping trotoar. Tahun 2005 pascatsunami telah berubah, banyak yang menjalankan bisnis sewa rumah dan kendaraan. Bahkan, sekarang berubah lagi gaya bisnisnya pada warung kopi, sehingga kini Aceh dijuluki pula sebagai daerah sejuta warung kopi.
Ada juga bisnis yang bersifat long time dan masih bisa bertahan di tengah ketatnya persaingan. Seharusnya masyarakat yang terjun ke dunia bisnis melakukan analisis pasar sebelum melakukan usaha, guna melihat pengembalian modal. Jangan sempat usaha yang dijalankan bersifat short time, akan tetapi modalnya tidak kembali. Alat analisis yang paling sederhana bisa dipakai adalah dengan menggunakan Analis SWAT.
Tabiat dengan menggunankan jurus tradisional sudah bisa kita tinggalkan dan geser sedikit kearah yang lebih maju agar usaha yang kita lakukan bisa membuahkan hasil. Jangan sampai bisnis yang kita jalankan tidak bisa memberikan keuntungan dan bertahan lama. Selain itu, yang paling konkret harus belajar dari orang Cina cara berbisnis. Tidak bisa dipungkiri kalau urusan bisnis, ureung Cina harus kita berikan dua jempol.
Belajar dari Cina
Banyak analis yang mempridiksikan bahwa Cina akan menjadi “negara adikuasa” pada beberapa tahun mendatang. Pencapaian tersebut tentu saja tidak mungkin hanya usaha pemerintah semata, akan tetapi sangat didukung oleh semua lampisan masyarakat khususnya masalah perekonian. Perekonomian Cina secara mengejutkan bisa tumbuh 11% pada 2011, satu rekor yang belum pernah dicapai oleh negara lain di dunia, termasuk negara maju sekalipun. Inilah barang kali mengapa kita harus belajar banyak dengan orang Cina, khususnya belajar cara mareka menjalankan bisnis.
Orang Cina mempunyai banyak kelebihan dari kita, mereka mempunyai etos kerja yang luar biasa dan mempunyai sifat malu. Seharusnya orang-orang yang sering datang ke kantor untuk meminta bantuan harus malu. Karena badan nya sehat dan umurnya masih relatif muda ataupun produktif. Ironisnya bukan minta modal usaha, akan tetapi kebanyakan minta uang untuk membeli beras. Seharusnya mereka ada perasaan malu. Sebab, burung saja yang tidak memiliki akal, misalnya, mampu mencari makanan buat anaknya. Tabiat inilah yang harus kita evaluasi dengan mengadopsi tabiat ureung Cina.
Menurut Danang Sunyoto dalam bukunya Mengapa Banyak Orang Cina Kaya dan Berhasil dalam Bisnis (2009), pertumbuhan ekonomi Cina memang mengagumkan. Kunci keberhasilan Cina adalah semua orang berbicara dengan bahasa yang sama yaitu bagaimana memajukan perekonomian Negara. Pemerintah Cina pun mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi. Oleh karena itu untuk mendukung perekonomian masyarakat, pemerintah cina menyediakan aturan dan berbagai kemudahan perizinan yang selalu selesai dalam waktu dua hari.
Ada beberapa konsep yang dipakai orang Cina dalam berbisnis yakni: Pertama, kerja keras, tangguh dan pantang menyerah; Kedua, prihatin sebagai motivasi perjuangan dan tidak bermewah; Ketiga, menjaga kepercayaan; Keempat, saling mendukung dan mendorong; Kelima, tertekan dan bangkrut lalu bangkit, dan; Keenam, orang-orang Cina penuh percaya diri. Inilah konsep dan menjadi tabiat Cina untuk meraih kesuksesan dalam bisnis. Untuk itu kita harus bongkar kebiasaan lama dengan cara banyak belajar dan meyontoh tabiat dari ureung Cina dalam menjalankan bisnis.
Bongkar kebiasaan lama
Mengubah kebiasaan lama memang bukan perkara mudah akan tetapi apa salahnya bagi kita untuk memcoba memikirkan hal-hal yang baru khususnya dalam urusan bisnis. Selain konsep di atas yang paling penting bagi kita adalah membaca peluang pasar. Jangan membaca peluang hanya meliat orang lain melakukan bisnis tersebut dan mendapatkan untung yang sangat besar tanpa memikirkan resikonya. Akan tetapi jalanilah bisnis dengan memikirkan inovasi baru dan yang belum pernah dipikirkan orang lain.
Hal tersebut dikarenakan prilaku ureung Aceh yang sangat senang mengonsumsi hal-hal baru. Bila ingin berbisnis, maka hal yang paling penting yang perlu dilakukan dan menjadi modal yang paling utama adalah sungguh-sunguh. Jangan berbisnis untuk jangka pendek, tapi pikirkan bisnis untuk jangka panjang, serta jangan lupakan berdoa, karena usaha tanpa doa adalah sombong dan berdoa tanpa usaha adalah sia-sia.
Dengan demikian bangkitnya usaha mikro bisa memberikan kontribusi dalam rangka pertumbuhan ekonomi nasional. Tidak perlu investor besar untuk memajukan perekonomian Aceh, akan tetapi Aceh hanya butuh keseriusan pemerintah dalam rangka membina dan membuat kebijakan yang pro terhadap pengusaha kecil dan menengah, sehingga usahanya bisa berkembang menjadi usaha besar.
* Muharril Al Aqshar, Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Peneliti pada SCAD Independent. Email: aril.aceh@yahoo.co.id
Tulisan ini telah di muat di Harian Serambi Indonesia, pada hari Rabu Tanggal 22 Mei 2013
Trend Bisnis Ureung Aceh - Serambi Indonesia